7 Penyebab Start Up Bangkrut, Waspadai Risiko Ini!

Bagikan:

Fulusnesia – Start up adalah perusahaan yang sedang dalam tahap perkembangan dan fokus pada inovasi serta pertumbuhan yang pesat. Meskipun banyak yang berharap start up bisa meraih kesuksesan besar, kenyataannya banyak start up yang berakhir dengan kebangkrutan. Ada berbagai penyebab start up bangkrut yang perlu anda ketahui.

Yang mana seperti anda tahu, di era ekonomi digital start up memang menjadi primadona bisnis. Kehadirannya sering kali membawa inovasi yang dapat mengubah dinamika dunia usaha. Beberapa start up bahkan berhasil berkembang menjadi perusahaan-perusahaan besar. Contoh yang paling menonjol adalah Gojek, yang menjadi simbol kesuksesan start-up di Indonesia.

Perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makarim ini berhasil meraih status sebagai start up Decacorn pertama di tanah air. Namun, tidak semua start up bernasib seperti Gojek. Banyak dari mereka yang gagal bertahan di tengah ketatnya persaingan di era ekonomi digital. Berikut ini penyebab start up mengalami kebangkrutan dalam bertahan dan berkembang.

Tidak Diterima Pasar

Tidak Diterima Pasar

Start up sering kali memperkenalkan inovasi bisnis yang digabungkan dengan teknologi canggih. Meskipun didukung oleh teknologi dan inovasi, keputusan pasarlah yang menentukan apakah produk start up tersebut akan sukses atau tidak. Pasalnya, tidak semua produk inovasi start up menguntungkan dalam dunia bisnis.

Salah satu contoh yang menunjukkan hal ini adalah start up Qlapa, yang terpaksa gulung tikar. Qlapa, yang merupakan marketplace untuk produk kerajinan tangan Indonesia, gagal memenuhi kebutuhan pasar. Didirikan pada tahun 2015, Qlapa sempat mencuri perhatian setelah meraih penghargaan sebagai aplikasi unik dari Google Play Award pada 2018.

Bahkan, start up ini dianggap akan menjadi raksasa di dunia start up setelah masuk dalam daftar start-up paling menjanjikan versi Forbes Asia. Namun, misi Qlapa untuk memberdayakan pengrajin lokal harus berakhir, karena bisnisnya tidak lagi prospektif. Selain itu, persaingan yang semakin ketat di pasar e-commerce Indonesia membuat Qlapa semakin terdesak dan akhirnya menutup layanan mereka pada Maret 2019.

Start Up Bangkrut Karena Kehabisan Dana

Start Up Bangkrut Karena Kehabisan Dana

Bagi perusahaan yang baru memulai, tidak jarang banyak startup yang membutuhkan dana besar untuk mengembangkan produk mereka. Start up biasanya didukung oleh investor yang memberikan suntikan dana untuk membantu ekspansi dan inovasi produk.

Namun, kehabisan dana sering kali disebabkan oleh pengelolaan yang buruk terhadap cash burn rate, atau pembakaran uang yang tidak terkontrol. Alih-alih memperoleh keuntungan, beberapa start up justru menghabiskan dana investor secara tidak bijak, yang akhirnya menyebabkan kebangkrutan. Salah satu contohnya adalah JawBone, sebuah startup produsen perangkat elektronik, yang gulung tikar pada 2017 akibat masalah tersebut.

Sebelum mengalami kebangkrutan, JawBone sempat meraih status “unicorn” dengan valuasi yang mencapai 3,2 miliar dolar AS. Startup ini juga telah mendapatkan pendanaan dari berbagai venture capital terkemuka, seperti Khosla Ventures, Sequoia Capital, dan Kleiner Perkins Caufield & Byers. Sayangnya, karena sering kali menghabiskan dana secara tidak efisien, kebangkrutan pun tak terhindarkan.

Struktur Tim yang Tidak Tepat

Struktur Tim yang Tidak Tepat

Salah satu penyebab start up bangkrut yaitu memiliki struktur tim yang tidak tepat. Tim dengan keahlian yang beragam sangat penting dalam mengembangkan start up. Dengan memiliki tim yang kuat dan terorganisir dengan baik, stabilitas startup akan lebih terjaga.

Namun demikian, Zirtual, sebuah start up di bidang virtual assistant, mengalami kesalahan besar akibat ketidakseimbangan dalam struktur timnya. Start up ini gagal dalam mengelola keuangan dan bisnis karena tidak menempatkan posisi Chief Financial Officer (CFO) dalam tubuh perusahaannya. Maren Kate Donovan, CEO Zirtual, mengakui bahwa pengelolaan keuangan yang buruk tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara aspek bisnis dan teknologi di Zirtual.

Akibat dari masalah tersebut, Zirtual terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja massal dan menghentikan operasionalnya sementara waktu. Pada akhirnya, pada tahun 2015, Zirtual diambil alih oleh startup launch platform bernama startups.co.

Start Up Bangkrut karena Kalah Bersaing

Start Up Bangkrut karena Kalah Bersaing

Disrupsi sering kali terjadi dalam dunia start up. Kehadiran start up lain di sektor yang sama seringkali memicu persaingan yang sengit dan tak terhindarkan antar perusahaan. Di Indonesia, sektor transportasi menjadi salah satu yang paling banyak menyaksikan dampak dari persaingan ini.

Dalam sektor tersebut, Grab dan Gojek telah berhasil mendisrupsi bisnis transportasi. Sebelumnya, beberapa start up lain sempat hadir dan bertahan di Indonesia, namun harus gulung tikar setelah Gojek dan Grab menguasai pasar.

Beberapa start up yang pernah eksis sebelum dominasi Gojek dan Grab antara lain Uber, Ojekkoe, Ladyjek, BluJek, Topjek, Taxi Motor, dan Smartjek. Perusahaan-perusahaan tersebut akhirnya tidak dapat bertahan karena Gojek dan Grab seringkali melakukan pembakaran dana dalam jumlah besar. Ditambah lagi, keberadaan investor global yang mendukung Gojek dan Grab memberikan kestabilan finansial yang lebih kuat, membuat mereka lebih mampu bertahan dan berkembang.

Mengabaikan Legalitas dan Regulasi

Mengabaikan Legalitas dan Regulasi

Banyak start up yang tidak memperhatikan aspek hukum dan peraturan yang berlaku, seperti pendaftaran perusahaan, perlindungan hak kekayaan intelektual, atau pemenuhan kewajiban perpajakan. Mengabaikan hal-hal ini dapat menimbulkan masalah hukum yang serius dan berpotensi menyebabkan bangkrutnya sebuah perusahaan.

Pengusaha start up harus memastikan bahwa semua aspek hukum dan peraturan yang berlaku diikuti dengan benar. Memiliki penasihat hukum yang berpengalaman untuk membantu dalam mengelola hal-hal ini bisa menjadi langkah yang bijaksana.

Penentuan Harga Produk

Penentuan Harga Produk

Dalam menjalankan sebuah start up, selain menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar, menentukan harga produk juga menjadi faktor krusial. Kesalahan dalam penentuan harga dapat menjadi faktor penyebab start up bangkrut, bahkan sebelum produk tersebut berkembang.

Meskipun berhasil menghindari kebangkrutan, Spotify, layanan streaming musik, membutuhkan waktu hingga 13 tahun untuk mencatatkan laba operasional. Pada awalnya, Spotify kesulitan mendapatkan pengguna berbayar, namun pada kuartal IV 2018, mereka berhasil menarik 9 juta pengguna premium baru. Pada periode yang sama, Spotify akhirnya meraih laba operasional pertamanya.

Berbeda dengan Spotify, Arivale, sebuah start-up di bidang kesehatan personal, terpaksa gulung tikar karena biaya langganan pengguna yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasional yang dikeluarkan untuk menyediakan layanan tersebut. Akhirnya, pada April 2019, Arivale menutup layanannya secara permanen.

Tidak Mampu Mengelola Pertumbuhan

Tidak Mampu Mengelola Pertumbuhan

Ketika sebuah start up mulai berkembang pesat, ada kecenderungan untuk terlalu cepat berekspansi tanpa persiapan yang matang. Ekspansi yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan banyak masalah, mulai dari masalah keuangan, masalah manajerial, hingga masalah operasional.

Pengusaha harus belajar untuk mengelola pertumbuhan dengan hati-hati, memastikan bahwa infrastruktur, sumber daya manusia, dan modal tersedia untuk mendukung ekspansi. Meningkatkan kapasitas bisnis secara bertahap lebih baik daripada mencoba berkembang terlalu cepat.

Memulai sebuah start up memang bukan hal yang mudah. Berbagai risiko dan tantangan harus dihadapi dengan bijaksana dan penuh perencanaan. Dengan menghindari beberapa penyebab start up bangkrut seperti yang telah disebutkan diatas. Tentunya pengusaha dapat meningkatkan peluang untuk menciptakan bisnis yang sukses dan berkelanjutan.

Tinggalkan komentar