Memahami Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah – Bahasa Arab!

Bagikan:
Memahami Ungkapan Syai'un Lillahi Lahumul Fatihah - Bahasa Arab!
Memahami Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah – Bahasa Arab!

Memahami Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah – Sebagai umat Islam di Indonesia, terutama warga Nahdliyin, kita sering mendengar atau menggunakan ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” dalam berbagai kegiatan keagamaan.

Namun, mungkin hanya sebagian kecil dari kita yang benar-benar memahami makna serta tujuan yang terkandung di dalam ungkapan ini. Untuk lebih memahami dan menghargai warisan budaya serta tradisi kita, penting bagi kita untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang asal-usul, makna, dan penggunaan ungkapan ini.

Dalam artikel ini, kita akan membahas tentang latar belakang dan sejarah ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah”, serta menjelaskan maknanya dari sudut pandang ilmu nahwu dan hadits. Selain itu, kita juga akan mengulas peran ungkapan ini dalam konteks tahlilan, yasinan, dan acara-acara keagamaan lainnya di masyarakat Nahdliyin.

Dengan demikian, kita akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan ini dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan keyakinan kita sebagai umat Islam.

Arti Dalam Bahasa Arab

Memahami Ungkapan Syai'un Lillahi Lahumul Fatihah - Bahasa Arab!
Memahami Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah – Bahasa Arab!

Secara bahasa Arab, ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” memiliki arti sebagai berikut:

  1. Syai’un (شيء): kata ini berarti “sesuatu” atau “segala sesuatu”.
  2. Lillahi (لِلّهِ): kata ini merupakan gabungan dari kata “li” (untuk) dan “Allah” (الله), yang berarti “milik Allah” atau “untuk Allah”. Jadi, “syai’un lillahi” dapat diartikan sebagai “segala sesuatu adalah milik Allah” atau “segala sesuatu dilakukan karena Allah”.
  3. Lahum (لَهُم): kata ini berarti “untuk mereka” atau “bagi mereka”, mengacu pada orang-orang tertentu yang telah disebutkan sebelumnya.
  4. Al-Fatihah (الفاتحة): kata ini merujuk pada surat pembuka dalam Al-Qur’an, yaitu surat Al-Fatihah.

Dengan memahami arti kata-kata tersebut, ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” bisa diartikan sebagai “segala sesuatu adalah milik Allah, untuk mereka (para almarhum) mari kita baca Al-Fatihah”.

Ungkapan ini digunakan sebagai ajakan kepada jamaah untuk membaca surat Al-Fatihah bersama-sama dengan niat mendoakan para almarhum yang telah disebutkan sebelumnya. Pahala dari bacaan Al-Fatihah ini kemudian diperuntukkan bagi para almarhum tersebut sebagai bentuk doa dan tawassul.

Sejarah Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah

Sejarah ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” tidak dapat ditelusuri secara pasti, namun dapat dikatakan bahwa ungkapan ini merupakan hasil dari sebuah tradisi yang berkembang di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia. Ungkapan ini digunakan sebagai ajakan untuk membaca surat Al-Fatihah dalam berbagai acara keagamaan seperti tahlilan, yasinan, dan pengajian.

Dalam konteks Nahdliyin dan masyarakat Islam Indonesia pada umumnya, ungkapan ini sering digunakan oleh kiai atau ustadz saat memulai pembacaan surat Al-Fatihah. Tujuannya adalah untuk menyampaikan bahwa segala sesuatu, termasuk doa dan amal ibadah, dilakukan karena Allah SWT, dan pahala yang diperoleh dari bacaan Al-Fatihah kemudian diperuntukkan bagi para almarhum yang namanya telah disebutkan sebelumnya.

Ungkapan ini menjadi bagian penting dari tradisi keagamaan di masyarakat Nahdliyin dan umat Islam Indonesia secara luas. Meski bukan hasil dari bahasa Arab asli, ungkapan ini tetap memiliki makna spiritual yang mendalam dan menunjukkan kekhasan budaya serta tradisi keagamaan di Indonesia. Selain itu, penggunaan ungkapan ini juga mencerminkan sikap menghormati dan mendoakan para almarhum sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran Islam.

Baca Juga:

Kapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah Diucapkan

Ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” sering diucapkan dalam berbagai acara atau kegiatan keagamaan yang melibatkan doa dan tawassul, terutama di kalangan Nahdliyin dan masyarakat Islam Indonesia pada umumnya. Berikut beberapa situasi di mana ungkapan ini kerap digunakan:

  1. Tahlilan: Acara yang biasanya dilaksanakan untuk mendoakan almarhum dalam rangka hari peringatan kematian (hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan seterusnya).
  2. Yasinan: Kegiatan yang melibatkan pembacaan surat Yasin untuk mendoakan almarhum atau memohon keberkahan dalam suatu acara.
  3. Pengajian: Acara yang melibatkan pembacaan Al-Qur’an, tafsir, hadits, atau materi keagamaan lainnya, di mana pada awal atau akhir acara, surat Al-Fatihah dibacakan untuk mendoakan almarhum atau memohon keberkahan.
  4. Kenduri atau selametan: Acara yang diadakan sebagai syukuran atau peringatan tertentu, seperti kelahiran, peletakan batu pertama pembangunan, selesainya pembangunan rumah atau masjid, dan lain-lain, di mana surat Al-Fatihah dibacakan untuk mendoakan almarhum dan memohon keberkahan.
  5. Pemakaman: Saat mengantar jenazah ke pemakaman serta saat menutup liang kubur, surat Al-Fatihah sering dibacakan sebagai doa untuk almarhum yang baru saja meninggal.

Dalam berbagai situasi di atas, ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” diucapkan oleh kiai, ustadz, atau pemimpin acara sebagai ajakan kepada jamaah untuk membaca surat Al-Fatihah bersama-sama. Pahala dari bacaan ini diniatkan sebagai doa dan tawassul bagi para almarhum yang namanya telah disebutkan sebelumnya.

Ungkapan Syai’un Lillahi Lahumul Fatihah Adalah Bid’ah?

Pendapat yang menganggap ungkapan “syai’un lillahi lahumul fatihah” sebagai bid’ah. Sebenarnya berasal dari pemahaman bahwa praktik tersebut tidak ditemukan dalam sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW. Bid’ah merupakan inovasi atau praktik baru yang ditambahkan dalam agama dan bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam.

Mereka yang berpendapat demikian menilai bahwa karena ungkapan ini tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Maupun para sahabatnya, serta tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan hadis, maka penggunaannya dalam konteks keagamaan dianggap sebagai bid’ah.

Dalam pandangan ini, umat Islam seharusnya hanya mengikuti tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan menjalankan ibadah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Selain itu, ungkapan ini adalah bid’ah mungkin juga merasa khawatir bahwa penggunaan ungkapan seperti ini bisa menyebabkan pergeseran nilai-nilai agama dan tradisi.

Serta membuka peluang bagi praktik-praktik lain yang tidak didasarkan pada sumber ajaran Islam yang sahih.

Cara menjaga Kemurnian Agama Dari Bid’ah

Menjaga kemurnian agama dari bid’ah sangat penting untuk memastikan kita menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Islam yang benar. Berikut beberapa saran untuk melindungi keagamaan Anda dari praktik bid’ah:

  1. Mempelajari Al-Qur’an dan Hadis: Luangkan waktu untuk mempelajari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW secara mendalam. Semakin banyak pengetahuan dan pemahaman Anda tentang ajaran Islam, semakin mudah Anda mengenali dan menghindari praktik bid’ah.
  2. Mencari Ilmu dari Sumber Terpercaya: Belajarlah dari ulama, guru, atau ahli agama yang memiliki kredibilitas. Dan reputasi baik dalam menyampaikan ilmu agama. Pastikan mereka mengajarkan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah serta menggunakan metode yang sahih.
  3. Taat kepada Ajaran-ajaran Dasar Islam: Patuhi ajaran dasar Islam seperti yang ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadis. Jangan tergoda untuk mengikuti praktik baru yang tidak memiliki dasar dalam sumber ajaran Islam.
  4. Berpikiran Kritis: Pertimbangkan setiap informasi dan amalan keagamaan yang Anda terima. Dengan pikiran yang kritis, dan selalu bandingkan dengan apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan hadis.
  5. Berdiskusi dengan Ulama atau Ahli Agama: Jika Anda merasa ragu mengenai suatu amalan atau informasi. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ulama atau ahli agama yang dapat memberikan nasihat dan panduan yang benar.
  6. Menghormati Perbedaan Pendapat: Menghargai perbedaan pendapat di kalangan umat Islam adalah penting dalam menjaga persatuan dan kerukunan. Namun, selalu pastikan untuk memilah pendapat yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
  7. Membina Lingkungan yang Islami: Dalam kehidupan sehari-hari, ciptakan lingkungan yang Islami dengan mengajak keluarga dan teman-teman. Untuk bersama-sama menjalankan ajaran Islam yang benar dan menghindari praktik bid’ah.

Dengan mengikuti saran-saran di atas, Anda akan membantu menjaga kemurnian agama dari bid’ah. Dan memastikan bahwa ibadah yang dilakukan tetap sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Selalu ingat bahwa tujuan utama kita sebagai umat Islam adalah mencapai ridha Allah SWT. Dan menjalankan ajaran-Nya dengan tulus serta benar.

Penutup

Menjaga kemurnian agama dari bid’ah adalah penting untuk memastikan kita menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam yang benar. Untuk melindungi keagamaan dari praktik bid’ah, sebaiknya kita mempelajari Al-Qur’an dan Hadis. Mencari ilmu dari sumber terpercaya, taat kepada ajaran dasar Islam, berpikiran kritis, berdiskusi dengan ulama atau ahli agama jika ragu,

Originally posted 2023-06-03 15:43:42.

Tinggalkan komentar